![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmlj2hlc5edDsgDymmY-YAMyvBtjNMx5beCFZc-9rTRGZXPlMpKLvGcK53I7Xe9QQzXsLdTTqgNYXI4nQFt_EUbdmzTsSgKGKz8k-V375At-R5to76y1ib0kc3NPNlhOq7v9-obYiUBps/s200/24sidang.gif)
BILD JAKARTA –Pada Hari Kamis, 29 Oktober 2009 pukul 23:22 wib
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus jual beli barang bukti jenis psikotropika, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara lebih ringan dari dakwaan awal. Keempat terdakwa, Ester Tanak (40), Dara Veranita (37), Irfan (41), dan Jenanto (31), dituntut hukuman berbeda, Kamis (29/10/2009).
Terdakwa Jenanto, pegawai lepas Polsek Pademangan ini dituntut dengan hukuman satu tahun enam bulan penjara. Irfan, anggota Polsek Pademangan berpangkat Aiptu itu, dituntut tiga tahun penjara. Sedangkan Ester, jaksa di PN Jakarta Utara, dituntut satu tahun enam bulan penjara. Serta Dara, rekan Jaksa Ester, dituntut dengan 10 bulan penjara.
JPU juga menetapkan masing-masing terdakwa harus membayar denda Rp5 juta dan subsider tiga bulan kurungan. Menurut Ketua JPU Agus Sirait, keempat terdakwa telah secara sah dan terbukti melakukan tindak pidana secara bersekongkol mengedarkan psikotropika.
"Dalam pemeriksaan terdakwa di persidangan, keempatnya terbukti melanggar pasal 71 ayat (1) jo pasal 60 ayat (1) huruf c UU RI nomor 5 tahun 1997 tentang psikotropika," ungkapnya dihadapan majelis hakim.
Menurut Agus, berdasarkan keterangan para saksi dan barang bukti, semua unsur (pelanggaran) sudah terpenuhi secara hukum. Adapaun hal-hal yang memberatkan keempatnya adalah peran mereka sebagai penegak hukum.
Peran para terdakwa, terlebih dapat merusak citra penegak hukum dan melukai rasa keadilan masyarakat. Terlebih, JPU menilai, perbuatan terdakwa dapat merusak moral anak bangsa. "Dan tidak mendukung program pemerintah membrantas narkoba," ungkapnya.
Namun Agus menolak berkomentar saat ditanya alasan rendahnya tuntutan kepada terdakwa. Karena awalnya JPU mendakwa keempatnya dengan pasal yang sama namun dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta.
Kendati demikian, Karna, kuasa hukum Irfan, tetap keberatan dengan tuntutan tersebut. Pasalnya tuntutan Irfan lebih tinggi dari Ester yang menurutnya aktor intelektual dalam kasus ini. "Kami melihat ada diskriminasi dalam tuntutan jaksa," ungkapnya usai persidangan.
Melihat dari tuntutan jaksa, kliennya seolah-olah dibuat menjadi aktor intelektual utama dalam kasus ini. Padahal, menurut Karna, kliennya hanyalah penerima dari barang bukti ekstasi yang digelapkan Esther.
"Mana azas kesetaraan dalam kasus ini," tegasnya. Dia juga mempertanyakan apakah karena terdakwa dan jaksa penuntut umum berasal dari institusi sama sehingga kliennya didiskriminasikan. (Mulleer)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar