![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj39W_hyTjBmSQacG6HYc-y8A1632YpiOuGrEbohyphenhyphen8VgYHjmcHykwhhZesdVDUptIU68832rWw3GDX-b7BiQGwaxtrZoNl9zaRQ-9z9hOMX3dDqEjvC1jbTIcLK3pKm8QPG5BSxsk4vdUc/s200/efek_asap_photoshop.jpg)
SURABAYA-Pada Hari Peraturan Jumat, 8 Januari 2010 Pukul 02:11:09 wib Daerah (Perda) Kota Surabaya Nomor 5 tahun 2008 menyebutkan beberapa wilayah yang harus steril dari segala aktivitas yang berhubungan dengan rokok, salah satunya adalah kawasan pendidikan.
“Jadi seluruh wilayah kampus termasuk dalam Kawasan Tanpa Rokok (KTR),” jelas Tutus Wibowo,” Kepala Tim Kajian dan Bantuan Hukum ITS, Jumat (8/1).
Perda ini juga dikuatkan oleh Peraturan Walikota (Perwali) Pasal 8 nomor 26 tahun 2009. Di dalam Perda dan Perwali tersebut, semua kepala institusi pendidikan diwajibkan untuk memasang rambu tentang larangan untuk merokok.
“Dijelaskan juga dalam pasal 5 ayat 1, pimpinan institusi juga diwajibkan memberikan teguran atau peringatan terhadap pelanggar Perda serta melaporkan ke pihak berwenang terhadap para pelanggar,” katanya.
Salah satu kawasan tanpa rokok di Surabaya, yakni Kampus ITS. Di kampus ini dilarang melakukan aktivitas yang berhubungan dengan rokok. Mulai menjual, memproduksi, mempromosikan dan yang paling utama adalah dilarang merokok. “Jika hal ini dilanggar, maka pelanggar bisa mendapatkan sanksi maksimal tiga bulan kurungan penjara dan uang maksimal Rp 50 juta,” tuturnya.
Namun, meski perda ini telah lama diterapkan, dalam pelaksanaan masih belum ada tim khusus untuk merazia pelanggar Perda di kawasan kampus perjuangan ini. “Pembentukkan tim khusus dari ITS untuk melaksanakan Perda ini diperbolehkan, namun belum ada wacana ke sana. Jadi sampai saat ini razia para pelanggar menjadi tanggung jawab Satpol PP Pemerintah Kota, sehingga kita tidak bisa menerapkan sanksi langsung,” jelasnya.
Penerapan perda anti rokok di ITS disambut positif oleh sebagian besar sivitas akademika ITS. Namun dalam pelaksanaannya, Perda tersebut tidak banyak berimbas pada aktivitas yang berbau rokok. Seperti yang terlihat di Koperasi Mahasiswa (Kopma) Dr Angka ITS. Di dalam stan koperasi tersebut ternyata masih menjual rokok.
“Kami mendukung adanya Perda tersebut. Sedangkan rokok ini merupakan stok terakhir. Jadi nanti kalau sudah habis kami tidak akan membeli ke agen lagi,” tutur Achmad Mustakim, direktur bisnis Kopma Dr Angka ITS.
Mahasiswa yang akrab disapa Takim ini menambahkan bila penjualan rokok sebenarnya merupakan bentuk tanggapan permintaan pasar dan bukan menjadi prioritas penjualan. “Apalagi laba yang diperoleh dari penjualan rokok termasuk rendah dibandingkan dengan yang lain,” imbuhnya (Ronny & Tia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar