Seorang polisi sedang mengajar anak-anak TK bermain drum band
Kita tahu, korupsi, penyalahgunaan jabatan serta beragam penyimpangan seolah menjadi perbuatan lumrah di hampir semua institusi publik negeri ini, tak terkecuali kepolisian. Setidaknya, begitulah yang pernah saya alami, ketika seorang perwira dengan terang-terangan menyebut angka Rp 10 juta untuk ‘menyelesaikan’ sebuah perkara.
Peribahasa karena nila setitik, rusak susu sebelanga, mungkin sudah usang ketika digunakan untuk memotret perilaku anggota kepolisian lantaran banyaknya ‘populasi oknum’ di institusi itu. Usang, lantaran di dalam belanga terdapat titik-titik nila dalam jumlah cukup banyak, sehingga susu tinggal menjadi sebutan belaka.
Jujur, praktek ‘penyelesaian secara kekeluargaan’ atas sebuah perkara bukan hal aneh bagi saya. Pekerjaan saya memungkinkan untuk mendengar banyak gosip miring sedemikian rupa. Tapi, keterlibatan seorang anggota keluarga besar saya dalam sebuah peristiwa pengeroyokan, membuat saya ikut cawe-cawe menyelesaikan perkara ’secara kekeluargaan’.
Berikut adalah pengalaman pribadi yang menurut saya mencengangkan!
Singkat cerita, demikian kisahnya: Sepupu saya mengajak tiga temannya untuk memberi ‘pelajaran’ kepada seorang remaja desa yang suka bikin onar. Mabuk hampir setiap hari dilakukan oleh remaja itu bersama tiga-empat teman yang masih sedesa dengan saya dan sepupu saya. Setiap ali mabuk, para remaja itu suka sesumbar sebagai jagoan desa. Papan nama desa dua kali dibakar, aspal untu pengerasan jalan ditumpahkan dan palang penanda aspal masih basah pun disingkirkan dan dibakar. Intinya, mereka ingin menunjukkan diri sebagai jagoan.
Si remaja sialan itu, pun berulang kali menggeber-geber motornya di samping rumah saya. Berkali-kali dan dilakukan saat orang beranjak tidur. Bapak dan adik bapak yang kebetulan sedang sakit dan perlu istirahat, sering terbangun lalu terjaga sepanjang malam. Rupanya, peristiwa itu membangkitkan emosi sepupu saya sehingga ia dan tiga temannya menganiaya si remaja berandalan itu.
Yang jelas, sepupu saya bersama tiga temannya telah bersalah melakukan tindakan itu.Karenanya, ia disidik oleh aparat kepolisian dengan sangkaan penganiayaan dan pengeroyokan, lalu ditahan.
Dalam sebuah pertemuan antara saya dengan Wakil Kepala Polres bersama Kepala Satuan Reserse Kriminal, Pak Kasatreskrim mengingatkan saya. “Masalah begini rawan pemerasan. Tidak masalah kalau kami (kepolisian) menangguhkan penahanan sepanjang kedua belah pihak telah berdamai dan tidak keberatan kalau penyelesaian sengketa dilakukan di luar jalur hukum. Silakan disiapkan surat-suratnya, asal tidak ada paksaan,” kata Pak Kasat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar